"Ibarat harapan seorang penggali sumur, jika galiannya belum mengeluarkan air, maka dia akan terus berusaha memperdalam galian sampai akhirnya mengeluarkan air. Begitupun kita dalam beribadah dan berdo`a. Jika kita belum merasakan nikmat atau manisnya beribadah dan doa belum dikabulkan, teruslah berusaha jangan pernah berputus asa, mungkin masih terhalang oleh dosa-dosa yang kita perbuat. Berkaitan dengan putus asa, Alloh berfirman : "..Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir." (QS. Yusuf : 87) Untuk itu, optimislah dalam berdoa dan beribadah, jauhilah rasa putus asa. Semoga Alloh SWT menjadikan kita hambanya yang kuat. Amin Wassalamualaikum !
Myspace tweaks at TweakYourPage.com

Album Anggota Keluarga

Hidup Ini Pilihan

Rabu, 03 Juli 2013

Satu Kalimat, Dua Persepsi


Dimas Sekarmaji , putra eyang Soenardi ( Ishak )

"The eye of a human being is a microscope, which makes the world seem bigger than it really is."-- Kahlil Gibran

ADA seorang saudagar kaya raya. Satu hari, sang saudagar jatuh sakit. Umurnya memang sudah tak lagi muda. Hampir mendekati uzur. Ia sudah merasa waktunya di dunia ini sudah habis. Sebelum wafat, ia meninggalkan wasiat kepada kedua anaknya. 

Wasiat pertama, bila ada yang berutang, janganlah engkau tagih. Untuk wasiat kedua, bila keluar rumah, janganlah sampai engkau terkena sinar matahari.

Beberapa hari kemudian, sang saudagar wafat. Ia pun dikebumikan di pemakaman dekat rumah. Setelah sang saudagar wafat, kehidupan berjalan normal kembali seperti biasa. Semua pesan yang diamanahkan sang saudagar kepada anaknya, benar-benar dijalankan oleh kedua anaknya tersebut.

Setelah beberapa tahun kemudian, kedua anak tersebut sibuk dengan masing-masing urusannya. Mereka mencari nafkah dan tinggal di dua kota yang berbeda. Akhirnya, setelah lima tahun tak pernah berjumpa, mereka bertemu kembali di kediaman mereka dimana mereka pernah dibesarkan dahulu.

Ada perbedaan mendasar dari kedua anak tersebut. Anak pertama, ternyata hidupnya begitu miskin. Sedangkan anak kedua, terlihat sangat makmur. Kekayaan melimpah ruah.

Sang Ibu yang telah renta pun bertanya kepada kedua anaknya. Ketika ditanya mengapa bisa terjadi perbedaan yang begitu mencolok, keduanya menjawab karena melaksanakan amanah yang ayah wasiatkan kepada mereka.

Sang anak pertama menjelaskan, bahwa ia menjalankan wasiat yang diberikan ayahnya, 'Jangan menagih utang kepada orang yang berutang kepadaku, maka setiap orang yang berutang, tak pernah aku menagihnya, makanya aku bankrut.' 

Untuk wasiat kedua, anak pertama menjelaskan, 'Ayah berpesan supaya kalau aku pergi atau pulang ke tempat bekerja, aku tidak boleh terkena sinar matahari. Akibatnya aku harus naik angkutan, padahal sebenarnya bisa saja berjalan kaki untuk menghemat. Tetapi dengan naik angkutan, pengeluaranku bertambah banyak.'

Anak kedua ditanyakan hal yang sama. Mengapa ia bisa begitu kaya raya dan hidupnya makmur. Katanya, 'Ayah berpesan, aku tak boleh menagih orang yang berutang padaku, makanya aku tak pernah lagi memberi utang kepada para pelanggan.' 

Sedangkan untuk wasiat kedua, anak kedua menjelaskan, 'Ayah berpesan, jangan terkena sinar matahari jika keluar rumah, maka aku berangkat lebih pagi sebelum matahari terbit, dan aku akan pulang ke rumah setelah matahari terbenam. Jadi aku dapat membuka tokoku lebih cepat dari toko yang lain dan lebih lama menutup tokoku sampai matahari telah terbenam.'

Kisah di atas memperlihatkan bagaimana sebuah kalimat ditanggapi dengan persepsi yang berbeda. Jika kita memaknainya dengan sudut pandang positif, maka segala hambatan dapat diatasi dengan baik. Tetapi bila kita bisa memandangnya dari sudut pandang yang negatif, maka hambatan yang dihadapi terasa begitu sukar untuk dilewati.
 

Tidak ada komentar: