"Ibarat harapan seorang penggali sumur, jika galiannya belum mengeluarkan air, maka dia akan terus berusaha memperdalam galian sampai akhirnya mengeluarkan air. Begitupun kita dalam beribadah dan berdo`a. Jika kita belum merasakan nikmat atau manisnya beribadah dan doa belum dikabulkan, teruslah berusaha jangan pernah berputus asa, mungkin masih terhalang oleh dosa-dosa yang kita perbuat. Berkaitan dengan putus asa, Alloh berfirman : "..Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir." (QS. Yusuf : 87) Untuk itu, optimislah dalam berdoa dan beribadah, jauhilah rasa putus asa. Semoga Alloh SWT menjadikan kita hambanya yang kuat. Amin Wassalamualaikum !
Myspace tweaks at TweakYourPage.com

Album Anggota Keluarga

Hidup Ini Pilihan

Rabu, 06 November 2013

Scarcity Mindset

 


Dalam suatu danau yang airnya dalam hiduplah satu jenis burung yang memakan ikan dengan paruhnya. Burung-burung itu hidup berkelompok dan bergerombol. Hidup di danau memang keras hanya burung dengan paruh yang panjang dan cekatan saja yang dapat menangkap banyak ikan.
 
Sedangkan burung yang paruhnya pendek dan tidak cekatan hanya dapat sedikit ikan dan setiap hari masih merasa lapar karena tidak cukup makan.
Di lain pihak hidup pula kawanan burung yang tinggal di danau yang airnya dangkal. Mereka mencari makan dengan cakar mereka, makanan mereka ikan -ikan kecil yang sering bersemayam di dasar danau. Hanya burung dengan cakar yang panjang dan cekatan saja yang dapat mendapatkan makanan yang banyak.

Musim kemarau panjang mulai datang dan tak ayal juga melanda kedua danau tempat kawanan burung itu tinggal. Sebagian di danau pertama menjadi kering namun masih ada cukup makanan buat kawanan burung itu.
Namun tidak demikian di danau yang lain. Musim kemarau telah membuat danau itu kering .

Musim kering membuat kawanan burung lain yang berada di danau yang dangkal telah kering memaksa mencari tempat yang masih terdapat air dan ikan.
Mereka satu persatu pindah ke danau pertama tempat kawananan burung yang masih ada airnya. Kawanan burung yang baru datang tadi mulai mencari makan dengan cakarnya.

Namun karena danau di tempat yang baru dalam dan mencari ikan dengan cakar tidak begitu efektif, mereka harus belajar mencari makan dengan paruh mereka.
walaupun sangat sulit karena paruh mereka tidak didesain untuk itu, mereka tetap giat mencari makan disana.
Dengan susah payah dan belajar dengan coba salah ulangi lagi salah ulangi lagi terus dengan gigih mencari makan. Mereka mulai mencontoh burung yang sudah tinggal disana sebelumnya. Dan menemukan cara yang efektif menggunakan paruh mereka

Kawanan burung yang sebelumnya tinggal disana mulai merasa resah.
Kebanyakan yang resah adalah burung dengan paruh yang lebih pendek dan tidak begitu cekatan mencari makan. Hidup mereka terasa terancam dengan datangnya kawanan burung yang baru datang.
Walaupun sebenarnya makanan masih tersedia banyak di danau itu dan cukup untuk mereka semua.
Wah kalo begini kemungkinan kita mendapat makanan semakin
kecil saja nih
” ujar salah satu burung yang tidak cekatan.
Benar, lihat saja cara mereka mencari makan, sangat tidak berguna menggunakan
cakar dan paruh yang tidak begitu kuat bukan buat menangkap ikan di
perairan dalam seperti kita
” timpal burung yang lain. 

“Bagaimana menurutmu ?” ujar salah satu burung yang mempunyai paruh lebih pendek
dan kurang cekatan yang kepada burung sangat cekatan mencari makan.

Namun burung yang cekatan itu menghiraukan pertanyaan burung tadi.
Baginya dia tidak merasa takut akan kekurangan makanan. Makanan begitu
banyak tersedia di danau dan dia dapat tetap mencari makan dengan
paruhnya yang panjang dan cekatan.

Moral of Story :
Kita terkadang menyalahkan orang lain karena ketidakmampuan kita.
Bukan merefleksi diri dan memperbaiki kekurangan kita. Secara tidak
sadar kita takut tempat mencari makan kita diambil oleh orang lain
(mentalitas kekurangan). Padahal Allah swt tuhan semesta alam
memberikan rejeki kepada kita yang tidak terhingga.
Masihkah ada mentalitas kekurangan seperti itu dalam diri kita sebagai seorang
karyawan ?.

Rabu, 16 Oktober 2013

Bahagia Itu Pilihan

 Kumpul Halal Bi Halal  di  Cibubur

Seorang petani dan istrinya bergandeng tangan menyusuri sawah sesudah
seharian memacul di sawah mereka dalam lebatnya hujan. Tiba-tiba,
lewat sebuah motor di jalan raya di depan mereka. Berkatalah sang
suami pada istrinya, “Lihatlah bu, betapa bahagianya suami istri yang
naik motor itu. Meski mereka juga kehujanan tapi mereka bisa cepat
sampai rumah, tidak seperti kita yang harus lelah berjalan untuk
sampai ke rumah.”


Sementara itu, pengendara sepeda motor dan istrinya yang sedang
berboncengan di bawah hujan melihat sebuah mobil pick-up lewat di
depan mereka. Pengendara motor berkata kepada istrinya, “Lihat bu,
betapa bahagianya orang yang naik mobil itu. Mereka tak perlu
berhujan-hujan seperti kita.” 

Di dalam pick-up yang dikendarai sepasang suami istri juga terjadi perbincangan ketika sebuah mobil Mercy lewat.

 Ngariung di  Taman Bunga Cibubur

“Lihatlah bu, betapa bahagianya orang yang naik mobil bagus itu. Pasti
nyaman dikendarai, tidak selalu mogok seperti mobil kita. 

” Pengendara mobil mewah itu seorang pria kaya dan ketika melihat suami istri di
bawah guyuran hujan, pria kaya itu dalam hatinya berkata, “Betapa
bahagianya mereka, begitu mesra berjalan di dalam hujan berdua
menikmati indahnya alam pedesaan sementara aku dan istriku tak pernah
punya waktu untuk berduaan karena masing masing sama-sama sibuk.”


Kebahagiaan tidak akan pernah kita miliki jika kita hanya melihat
kebahagiaan orang lain dan selalu membandingkan dengan hidup orang
lain. Kebahagiaan bukan semata dilihat dari harta, karena orang yang
berharta belum tentu bahagia.


 Masih  di  Cibubur
 
Bersyukurlah selalu atas hidupmu supaya kamu tahu di mana kebahagiaan
itu berada. Aku pernah berpikir bahwa setiap manusia pasti ingin
memiliki seorang kekasih dalam suka dan duka yang tidak pernah
terpisahkan. Sekarang aku memilih amal saleh sebagai kekasihku yang
akan menemaniku sampai ke dalam kuburku, kemudian amal sholehku
menemaniku menghadap Allah.

Aku pernah berpikir setiap manusia pastilah punya goresan masalah
dengan manusia lain, sehingga wajar jika manusia memiliki musuh
masing-masing. Kini aku memilih menjadikan setan sebagai musuh
utamaku, maka aku lebih memilih melepaskan kebencian, dendam rasa
sakit hati, dan permusuhanku dengan manusia lain.

Aku pernah selalu kagum dengan manusia cerdas yang berhasil dalam
karier atau kehidupan dunianya. Sekarang aku mengganti kriteria
kekagumanku ketika aku menyadari bahwa manusia hebat di mata Allah
adalah hamba yang bertaqwa. Manusia yang sanggup taat kepada aturan
Allah dalam menjalankan hidup dan kehidupannya.

Dulu aku akan marah dan merasa diriku dijatuhkan ketika orang lain
berlaku dzalim padaku. Menggunjingkanku dan menyakiti dengan kalimat -
kalimat sindiran yang sengaja menyakitiku. Sekarang aku memilih ada
transfer pahala dari mereka untukku jika aku mampu bersabar.

Dan aku memilih tidak lagi harus kuatir karena harga diri manusia
hanyalah akan jatuh di mata-Nya ketika dia rela menggadaikan dirinya
mengikuti hasutan setan.

Dulu aku yakin dengan hanya kekuatan Al-Quran berkali-kali maka jiwaku
tercerahkan. Kini aku memilih untuk mengerti dan memahami makna
artinya dengan menggunakan akalku, dengan mengaktifkan qolbuku dan
mengamalkannya dalam keseharianku maka pencerahan itu baru bisa aku
dapatkan. Ketika aku harus memilih, bantu aku selalu untuk memilih
yang benar di mata-Mu. 


Sent by Keluarga Besar H. IDRIS 

Minggu, 14 Juli 2013

Pertemuan Keluarga Besar di rumah Toni Soenardi

 Pertemuan  Keluatga Besar  di  rumah  Toni  Soenardi  ,  sayang . .  .redaksi  tidak  mendapatkan  info  kapan  pertemuan  ini  diadakan , jika  berkenan  mohon   info ke : adindagolid@yahoo.com ,  berikut  photo - photo  pada  acara  tersebut :


























Rabu, 10 Juli 2013

Berhenti menjadi tawanan pikiran negatif

 
 Keluarga Eyang Soenardi ( Ishak )

Di British Columbia, dibangun sebuah penjara baru untuk menggantikan penjara Fort Alcan lama yang sudah digunakan untuk menampung para narapidana selama ratusan tahun. Setelah para napi dipindahkan ke tempat tinggal mereka yang baru, mereka menjadi bagian dari pasukan pekerja untuk mencopoti kayu, alat-alat listrik, dan pipa yang masih dapat digunakan dari penjara lama. Di bawah pengawasan para penjaga, napi-napi itu mulai melucuti dinding-dinding penjara lama.

Saat mereka melakukannya, mereka terperanjat oleh apa yang mereka temukan. Walaupun gembok-gembok besar mengunci pintu-pintu logam, dan batangan-batangan baja dua inci menutupi jendela sel-sel, dinding-dinding penjara itu sebenarnya terbuat dari kertas dan tanah liat, dicat sedemikian rupa sehingga menyerupai besi! Jika ada dari para narapidana yang memukul atau menendang dinding itu dengan keras, mereka dengan mudah dapat membuat lubang di situ, dan melarikan diri. Selama bertahun-tahun, bagaimanapun juga, mereka tinggal berjubel dalam sel-sel terkunci mereka, menganggap bahwa melarikan diri adalah  sesuatu yang mustahil.

Tak seorang pun pernah MENCOBA melarikan diri, karena mereka BERPIKIR itu mustahil.

Dear friend . . .
Saat ini pun banyak orang yang terpenjara dan berpikir mereka tidak mampu lagi untuk keluar dari penjara tersebut. Ya… mereka terpenjara oleh pikiran negative yang ada dalam dirinya. Mereka memiliki impian besar, namun mereka terpenjara oleh rasa takut. Mereka tak pernah berusaha mengejar impian – impian tersebut karena berpikir hal tersebut merupakan sesuatu yang mustahil. Mereka enggan mengejar impiannya karena menganggap mereka memiliki keterbatasan dalam dirinya.

Memiliki impian besar adalah sesuatu yang mulia. Jangan pernah mengubur semua impian anda hanya karena keterbatasan yang ada pada diri anda. Banyak sekali orang-orang yang sukses memiliki keterbatasan dalam hidupnya. 


Banyak para konglomerat yang ada pada saat ini terlahir dari keluarga yang miskin, banyak pengusaha dan pebisnis besar yang memulai usahanya dengan modal dengkul alias nol, banyak tokoh-tokoh besar di dunia yang memiliki kekurangan fisik, banyak pula orang-orang besar yang tidak mengenyam pendidikan formal. Namun mereka telah membuktikan bahwa kekutan impian dan cita-citalah yang membuat mereka termotivasi untuk gigih memperjuangkan kehidupannya.

Bagaimana dengan kita?
Ingin menjadi orang2 yang terpenjara oleh rasa takut dan pikiran negatif...
Atau berusaha mendaobrak keterbatasan dan kemudian mampu mengukir sejarah kita.


Semua hal-hal yang besar berawal dari keberanian untuk memulai  (Sally Berger)

Berlarilah Sebelum Gigit Jari

 
 Kumpul Keluarga Besar di Ciapus

Apa yang akan dilakukan oleh seorang Atlet lomba lari ketika wasit menembakkan pistol tanda perlombaan dimulai? ya, mereka akan berlangsung berlari secepat mungkin menuju garis finish.
 

Apa yang dilakukan team sepakbola atau team olahraga lain ketika wasit meniup tanda pertandingan dimulai? ya.. mereka akan langsung tancap gas berusaha mengungguli team lawannya.

Apa yang terjadi ketika mereka tidak langsung tancap gas dan berlari? tentunya mereka akan tertinggal jauh oleh peserta lainnya, dan ketika mereka sadar, mereka akan terpana (tidak percaya) karena telah jauh tertinggal oleh peserta lainnya.

Dalam kehidupan ini pun kita berlomba. Allah memberikan peluang yang sama pada setiap hambanya, untuk berlari secepat mungkin menuju garis finish mereka. Allah memberikan peluang pada kita untuk berlomba-lomba menjadi yang terbaik (fastabikhul khoirot)

Namun, fenomena yang banyak kita temui adalah justru banyak orang yang bersantai ketika perlombaan telah dimulai. mereka tidak sadar kalau mereka telah tertinggal jauh dari rekan-rekan seusianya yang terus berusaha keras berlari menuju impiannya. dan ketika mereka sadar mereka akan terpana dan berkata dalam hati... "kok yang lain sudah mapan, gw masih begini aja", "kok yang lain sudah nyaman, gw masih kerja keras".

BERLARILAH SEBELUM TERLAMBAT!!!
Kerjakanlah sesuatu yang sederhana dari hal yang bisa anda lakukan saat ini, mulailah dari hal-hal yang kecil dan jangan pernah meremehkan langkah kecil tersebut. 


Bukankah ribuan kilometer akan bisa ditempuh kalau kita memulai langkah pertama? Seseorang pun tidak bisa langsung naik ke lantai kelima, tetapi dia harus menaiki dan melewati satu demi satu anak tangga barulah sampai pada tingkat lima.

Perjalanan yang jauh hanya akan tercapai kalau langkah pertama diambil.
Bahkan seekor siput pun dapat menempuh jarak yang sangat jauh

Rahasia besar yang harus diketahui tentang orang-orang besar yang berhasil mewujudkan mimpinya adalah mereka tidak langsung berhasil mewujudkan mimpi besarnya itu, tetapi mereka dengan sabar melakukan aktivitas yang pada saat itu bisa mereka lakukan kendatipun itu adalah hal yang kecil. Dan mereka mnenyadari bahwa setiap aktivitas yang mereka lakukan adalah bagian dari langkahnya untuk mewujudkan impian-impian besarnya tersebut.

BERLARILAH SEBELUM MENYESAL!!!
Banyak mahasiswa yang ketika kuliah mereka santai, tapi menyesal saaat teman-teman yang lainnya lulus dan dia belum mengerjakan apa-apa.
 

 Banyak pelajar yang santai dan menyesal ketika di akhir tahun ajaran harus menerima kenyataan tidak lulus.

Banyak orang yang ketika masih mudanya lebih banyak santai dan bermain menyesal karena ketika sudah menjelang tua mereka belum mendapatkan apa-apa.

BERLARILAH SEBELUM GIGIT JARI!!!

Terima Kasih Pak Tentara


 
Eyang Soenardi ( Ishak ) dan eyang Nasir ( Acing )

Seorang NAPI Politik yang cerdas di Negara Kesatuan Republik Mimpi mendapat surat dari ayahnya yang petani.

Bunyi suratnya, "Nak, bapakmu ini sudah tua, sekarang sedang musim tanam jagung, sementara kamu sedang di penjara, siapa yang mau bantu bapak mencangkul ladang jagung itu?"

Si Napi membalas surat ayahnya, "Demi Tuhan, bapak jangan mencangkul ladang kita. Saya menanam emas batangan disana!"

Rupanya surat itu disensor pihak rumah tahanan, maka keesokan harinya setelah si bapak terima surat, datang satu peleton tentara ke desa ayah si Napi. Tanpa banyak bicara mereka segera ke ladang jagung dan sibuk seharian mencangkul tanah di kebun tersebut.

Setelah mereka pergi, ayah sang napi mengirim surat lagi. "Nak, setelah bapak terima suratmu, datang satu peleton tentara yang langsung mencangkul ladang kita. Apa yang harus bapak lakukan sekarang?"
Si anak kembali membalas surat tersebut, "Bapak sekarang bisa mulai tanam jagung, dan jangan lupa ucapkan terimakasih sama para tentara itu."

Pihak Lapas yang menyensor surat terakhir si Napi, hanya bengong dengan mulut melompong....



Kebahagian Itu Menular

 
 Saat pengajian Keluarga Besar di Cilangkap

"For every minute you are angry you lose sixty seconds of happiness."
-- Ralph Waldo Emerson

Angka sudah menunjukkan pukul enam lewat lima menit. Sebuah taksi berhenti di depan rumah di satu kompleks perumahan. Tak sampai tiga menit, seorang pria paruh baya bergegas masuk ke dalam taksi tersebut. Dalam perjalanan menuju kantornya yang terletak di daerah Kuningan, sesekali laki-laki tersebut berdendang riang, sambil membaca beberapa berkas yang dibawanya. Sang sopir menyapanya dengan ramah, "Pagi ini cerah sekali ya Pak, semoga hari ini tidak hujan.
Ditanya begitu, pria muda itu tersenyum kecil, "Betul, hari sungguh indah sekali. Semoga semuanya berjalan lancar hari ini."

Dalam perjalanan, terdengar obrolan santai antara sang sopir dengan pria muda itu. Setelah merambah jalanan ibukota selama hampir empat puluh lima menit, kendaraan transportasi plat kuning tersebut sampai juga di tempat tujuan. Pria muda itu mengambil uang dari dompetnya. Diberikannya selembar pecahan lima puluh ribuan. Argo di taksi menunjukkan angka tiga puluh empat ribu lebih.
"Ini kembaliannya Pak," kata si sopir taksi.
"Ambil saja untuk bapak kembaliannya," kata pria muda tersebut sambil tersenyum.
"Wah, terimakasih banyak Pak!" terlihat senyum penuh sumringah diwajah sang sang sopir taksi.

Pagi itu, sang sopir taksi belum sarapan. Ia segera menuju kedai makanan yang tak jauh dari gedung yang baru saja disinggahinya. Sudah seringkali ia mengantarkan penumpang ke gedung itu, jadi ia sudah hafal dimana letak kedai-kedai makanan. Sang sopir makan dengan begitu lahapnya. Setelah selesai, ia pun membayar harga makanan yang disantapnya.
"Berapa semuanya Mbok?" tanyanya.
"Biasa mas, tujuh ribu," jawab si Mbok.
"Nih Mbok, sisanya untuk si Tole anak Mbok ya," si sopir memberikan selembar uang sepuluh ribu.
"Matur nuwun," kata si Mbok dengan senang.

Tole, anak si Mbok, masuk sekolah siang hari. Dari sedikit kelebihan uang yang diperoleh dari sopir taksi pagi hari tadi, si Mbok membekali Tole bekal makan lebih dari biasanya. Si Tole dibekali dua roti isi coklat. Biasanya si Mbok hanya memberinya satu buah roti. Si Tole girang bukan kepalang. Ketika jam istirahat sekolah berbunyi, Si Tole siap membuka bekal yang dibawakan oleh ibunya. Saat hendak menyantapnya, dilihatnya teman sebangkunya hanya memperhatikannya saja. Tanpa pikir panjang, diberikannya satu roti kepada temannya. Merekapun tertawa riang sambil makan bersama.

Cerita mungkin masih terus berlanjut. Pria muda merasa bahagia. Sang sopir begitu pula. Si Mbok pun ikut bahagia. Si Tole juga dapat berbagi bekal dengan temannya. Ternyata, kebahagiaan dapat menular kepada siapa saja, menular dan menyebar melalui kelompok-kelompok sosial dimana kita hidup.

Banyak penelitian membuktikan demikian. Satu contoh, antara tahun 1971 hingga 2003, dalam penelitian yang disebut Framingham Heart Study, didapatkan bahwa sekitar 5000 orang dewasa yang diteliti, ternyata dapat menularkan kebahagiaan yang dialaminya ke orang-orang sekelilingnya meski jaraknya cukup jauh, sekurangnya setengah mil. Bahkan Prof. Andrew Steptoe, seorang psikolog dari Universitas College London mengatakan, "Yang lebih mengejutkan lagi adalah penularan ini tak hanya terjadi pada mereka yang memiliki hubungan dekat, melainkan juga mereka yang justru ingin terpisah dari kelompok."

Kebahagiaan merupakan suatu pilihan hidup. Dan jelas, pasti menular. 
Nah, bagaimana, Anda dapat menularkan kebahagiaan yang Anda miliki sekarang juga?
 

Kamis, 04 Juli 2013

Segelas Fanta


 Kumpul bocah  di pertemuan keluarga Ciapus
  
Konon suatu hari, Om William Soeryajaya yang saat itu usahanya belumlah seraksasa Astra Group  saat ini, datang ke kantor pada pagi hari dan segera disambut oleh seorang Office Boy yang meletakkan segelas minuman di meja kerja Om William. 

"Selamat pagi Tuan" demikian sapa sang Office Boy dengan sopan yang disambut dengan anggukan dan sambil meletakkan koran di meja, 

Om William pun balas menyapa "Kamu masih baru ya? sudah berapa lama kamu kerja disini?" 
 "Kira-kira satu bulan Tuan" jawabnya

OW: "Bagaimana? Kamu suka kerja disini?"
OB: "Ya Tuan, saya suka bekerja disini"
OW: "Baiklah kalau begitu"
OB: "Maaf Tuan, apakah saya boleh menyampaikan sesuatu?"
OW: "Apa itu?"
OB: "Saya mau minta dibelikan selusin gelas untuk para tamu di kantor ini Tuan"


Di zaman itu Coca Cola, Fanta & Sprite adalah trend yang dipandang praktis sebagai minuman yang disuguhkan kepada tetamu yang datang ke kantor Om William di kantor Pusat Astra Jl. Juanda.
 
OB: "Tuan, seringkali sebotol minuman yang kita suguhkan tidak dihabiskan, kalau saya menggunakan gelas yang saya isi es batu maka sebotol bisa untuk dua orang"
Dahi Om William pun sempat berkerut namun kemudian mengangguk tanda setuju dan memberikan sejumlah uang kepada si Office Boy itu untuk membeli gelas.

Sebulan berlalu dan dalam sebuah kesempatan si Office Boy menyapa Om William kembali untuk menyampaikan isi hatinya.

OW: "Ya, ada apa?"
OB: "Maaf Tuan, apakah saya boleh minta uang untuk beli gelas lagi?"
OW: "Memangnya kenapa dengan gelas yang dulu kamu beli?"
OB: "Gelas itu terlalu besar Tuan, dan sebagian tamu yang datang tidak menghabiskan minumannya, saya ingin membeli gelas yang lebih kecil"


Om William pun setuju dan kembali memberikan sejumlah uang untuk membeli gelas kecil, dan si Office Boy itu pergi membeli selusin gelas kecil yang saat itu lazim disebut gelas belimbing"

Sekian waktu berlalu, dan kali ini si Office Boy mengetuk pintu ruang kerja Om William, "Ya, masuklah"
Si Office Boy pun masuk dan belum sempat berkata-kata, Om William langsung berkata "kali ini kamu jangan lagi minta uang untuk beli gelas ukuran 'sloki' ya!"

Si Office Boy nampak gelisah dan berusaha menjelaskan "Maaf Tuan, saya tidak bermaksud minta uang untuk beli gelas lagi, saya hanya ingin minta ijin agar diperbolehkan menanyakan kepada para tamu itu, apa jenis minuman yang sebenarnya mereka suka"

Om William yang penasaran masih belum berkata-kata dan si Office Boy melanjutkan perkataanya "Karena ada beberapa gelas yang tidak diminum sama sekali dan mungkin itu karena mereka tidak suka, itulah sebabnya saya perlu menanyakannya".
 
Om William pun tertegun sejenak sambil mengangguk-angguk tanda setuju.

"Pastikan apapun perbuatan dan hasil hari ini lebih baik dari hari-hari sebelumnya"

Allah berfirman dalam surah Al-Hasyr ayat 18 yang artinya :
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan."

Nabi saw pernah mengatakan bahwa "Siapa yang hari ini sama seperti hari kemarin maka dia orang merugi. Siapa hari ini lebih baik dari hari kemarin maka dia orang yang beruntung. Maka siapa hari ini lebih buruk dari hari kemarin maka dia orang yang terlaknat".

Rabu, 03 Juli 2013

Satu Kalimat, Dua Persepsi


Dimas Sekarmaji , putra eyang Soenardi ( Ishak )

"The eye of a human being is a microscope, which makes the world seem bigger than it really is."-- Kahlil Gibran

ADA seorang saudagar kaya raya. Satu hari, sang saudagar jatuh sakit. Umurnya memang sudah tak lagi muda. Hampir mendekati uzur. Ia sudah merasa waktunya di dunia ini sudah habis. Sebelum wafat, ia meninggalkan wasiat kepada kedua anaknya. 

Wasiat pertama, bila ada yang berutang, janganlah engkau tagih. Untuk wasiat kedua, bila keluar rumah, janganlah sampai engkau terkena sinar matahari.

Beberapa hari kemudian, sang saudagar wafat. Ia pun dikebumikan di pemakaman dekat rumah. Setelah sang saudagar wafat, kehidupan berjalan normal kembali seperti biasa. Semua pesan yang diamanahkan sang saudagar kepada anaknya, benar-benar dijalankan oleh kedua anaknya tersebut.

Setelah beberapa tahun kemudian, kedua anak tersebut sibuk dengan masing-masing urusannya. Mereka mencari nafkah dan tinggal di dua kota yang berbeda. Akhirnya, setelah lima tahun tak pernah berjumpa, mereka bertemu kembali di kediaman mereka dimana mereka pernah dibesarkan dahulu.

Ada perbedaan mendasar dari kedua anak tersebut. Anak pertama, ternyata hidupnya begitu miskin. Sedangkan anak kedua, terlihat sangat makmur. Kekayaan melimpah ruah.

Sang Ibu yang telah renta pun bertanya kepada kedua anaknya. Ketika ditanya mengapa bisa terjadi perbedaan yang begitu mencolok, keduanya menjawab karena melaksanakan amanah yang ayah wasiatkan kepada mereka.

Sang anak pertama menjelaskan, bahwa ia menjalankan wasiat yang diberikan ayahnya, 'Jangan menagih utang kepada orang yang berutang kepadaku, maka setiap orang yang berutang, tak pernah aku menagihnya, makanya aku bankrut.' 

Untuk wasiat kedua, anak pertama menjelaskan, 'Ayah berpesan supaya kalau aku pergi atau pulang ke tempat bekerja, aku tidak boleh terkena sinar matahari. Akibatnya aku harus naik angkutan, padahal sebenarnya bisa saja berjalan kaki untuk menghemat. Tetapi dengan naik angkutan, pengeluaranku bertambah banyak.'

Anak kedua ditanyakan hal yang sama. Mengapa ia bisa begitu kaya raya dan hidupnya makmur. Katanya, 'Ayah berpesan, aku tak boleh menagih orang yang berutang padaku, makanya aku tak pernah lagi memberi utang kepada para pelanggan.' 

Sedangkan untuk wasiat kedua, anak kedua menjelaskan, 'Ayah berpesan, jangan terkena sinar matahari jika keluar rumah, maka aku berangkat lebih pagi sebelum matahari terbit, dan aku akan pulang ke rumah setelah matahari terbenam. Jadi aku dapat membuka tokoku lebih cepat dari toko yang lain dan lebih lama menutup tokoku sampai matahari telah terbenam.'

Kisah di atas memperlihatkan bagaimana sebuah kalimat ditanggapi dengan persepsi yang berbeda. Jika kita memaknainya dengan sudut pandang positif, maka segala hambatan dapat diatasi dengan baik. Tetapi bila kita bisa memandangnya dari sudut pandang yang negatif, maka hambatan yang dihadapi terasa begitu sukar untuk dilewati.
 

Jumat, 21 Juni 2013

Cahaya Kehidupan


                                                           Eyang Taty &  grandaughter

Alkisah, Putri diterima di perguruan tinggi dan harus pindah ke luar kota. Orangtuanya membelikan sebuah rumah mungil yang sudah direnovasi , selain untuk investasi, juga untuk membantu kelancaran putri semata wayangnya yang sekarang mulai duduk di bangku kuliah. 
Sebagai anak tunggal, semua kebutuhan Putri disediakan oleh orangtuanya, bahkan tanpa diminta sekalipun.

Setelah pindah beberapa hari, Putri sadar, di sebelah tempat tinggalnya ada rumah yang tampak sangat sederhana, dengan tiga orang penghuni di dalamnya , seorang ibu muda dengan dua anaknya.

Suatu malam, terjadi hal yang tidak diinginkan. 
Lampu mati! 
Putri segera meraih telepon genggamnya dan menyalakan layar untuk menerangi sekitarnya. "Huuh…..apa-apaan nih! Mana mau ngerjain tugas, pakai mati lampu segala!" keluh Putri dengan perasaan jengkel.

Tidak lama kemudian, tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu berulang-ulang diikuti teriakan nyaring, "Kakaaak... Kakaaak!
Putri membalas berteriak dari dalam, "Hai… Siapaaaa?"
"Saya. Kak. Anak sebelah rumah. Kakak punya lilin..?"

Sambil berjalan menghampiri pintu, Putri sempat berpikir, "Anak sebelah tuh, jangan-jangan mau minta-minta. Nanti jadi kebiasaan minta deh." 
 Jadi segera dijawab, "Tidak punyaaa!"
"Tolong buka pintunya Kak," kata anak itu mengulang, bertepatan ketika si Putri telah di ambang pintu, dan membukanya.

"Kak, saya dan mama khawatir.. Di sini kan sering mati lampu. Kakak orang baru, pasti belum tersedia lilin. Ini Kak, mama menyuruh saya untuk membawakan lilin untuk kakak," seraya tangan mungilnya mengangsurkan 2 batang lilin ke arah Putri.

Putri sejenak terpana, dia segera jongkok dan memeluk tubuh mungil di hadapannya sambil mengeluarkan suara tercekat. "Terima kasih, adik kecil. Tolong sampaikan ke mamamu ya, terima kasih.."

Putri malu pada dirinya sendiri yang telah berpikiran jelek dan tidak menyangka bahwa tetangganya yang tampak begitu sederhana justru menunjukkan kebesaran jiwa dengan mengkhawatirkan dirinya dan bahkan memberi lilin, seolah cahaya kehidupan. 
Bukan seperti pemikirannya, bahwa si miskin yang datang mengetuk pintu pasti bertujuan untuk mengganggu dan meminta tolong atau menyusahkan kita saja.

Perasaan tidak nyaman dan prasangka buruk sering kali menguasai saat teman atau kerabat yang tidak mampu mengetuk pintu rumah kita atau menghubungi kita. Jangan-jangan.. cuma mau minta tolong. Sesungguhnya, jika ada teman atau kerabat yang sedang kesusahan, bukankah kita sedang diberi kesempatan untuk berbuat baik? Seperti hukum alam mengajarkan filosofi "tabur-tuai". Tanpa menabur kebaikan, bagaimana mungkin kita berharap bisa menuai kebaikan di masa depan? Mari kita melatih dan membiasakan jika ada kesempatan membantu orang lain. Tentu merupakan suatu kebahagiaan jika ada kesempatan untuk meringankan beban orang lain.

Senin, 17 Juni 2013

Kakek Yang Jujur

  
Saat  kumpul di  Ciapus

Suatu hari, ketika seorang kakek, penebang kayu, sedang menebang pohon, ia kehilangan satu2nya kapak yang ia punya karena terjatuh ke sungai.
Dia menangis & berdoa, hingga muncul malaikat dan bertanya kepadanya:
Mengapa engkau menangis?”
Sambil terisak si kakek bercerita tentang satu2nya kapak alat pencari nafkahnya telah terjatuh ke dalam sungai.

Malaikat menghilang seketika & muncul kembali dengan membawa Kapak Emas sambil bertanya: “Apakah Ini Kapakmu?”
Bukan,” jawab kakek Itu.
Lalu malaikat menghilang lagi & muncul kembali dengan membawa Kapak Perak sambil bertanya lagi: “Apakah ini kapakmu?
Bukan,” sahut kakek itu sambil menggelengkan kepala.

Setelah menghilang sekejap, malaikat itu kembali lagi dengan membawa kapak yang jelek dengan gagang kayu & mata besi. “Apakah ini kapakmu?”,
Ya, benar ini kapak saya."
“Kamu adalah orang jujur, oleh karenanya aku berikan ketiga kapak ini untukmu Sebagai imbalan atas kejujuranmu!”
Kakek itu pulang ke rumah dengan rasa syukur & sukacita.

Beberapa hari kemudian, ketika menyeberangi sungai, isterinya terjatuh & hanyut ke dalam sungai.
Si kakek menangis dengan sedih & berdoa.
Muncullah pula malaikat yang memberinya 3 Kapak tempo hari.

Mengapa engkau menangis?”,
Isteriku satu2nya yang amat kucintai terjatuh & hanyut ke dalam sungai.”.

Lalu malikat menghilang & muncul kembali dengan membawa Ayu Azhari sambil bertanya “Apakah ini isterimu?”,
“Ya.” Jawab sang  kakek

Malaikat amat murka & berkata “Kamu bohong! Kemana perginya kejujuranmu?

Dengan ketakutan sambil gemetaran kakek itu berkata,

Jika aku tadi menjawab bukan, engkau akan kembali lagi dengan membawa Vitalia & jika kujawab lagi bukan, engkau akan kembali dengan membawa isteriku yang sebenarnya & saya pasti akan menjawab benar, lalu engkau akan memberikan ketiganya untuk menjadi isteriku.

Saya ini orang tua renta... Tidak mungkin saya bisa seperti Ahmad Fathonah...

Please dehhh Malaikat.
 

Kamis, 13 Juni 2013

J E J A K



 Saat kumpul di Ciapus

Banyak orang masuk ke dalam kehidupan kita, satu demi satu datang dan pergi silih berganti. Ada yang tinggal untuk sementara waktu dan meninggalkan jejak-jejak di dalam hati kita dan tak sedikit yang membuat diri kita berubah.
 
Alkisah seorang tukang lentera di sebuah desa kecil, setiap petang lelaki tua ini berkeliling membawa sebuah tongkat obor penyulut lentera dan memanggul sebuah tangga kecil. Ia berjalan keliling desa menuju ke tiang lentera dan menyandarkan tangganya pada tiang lentera, naik dan menyulut sumbu dalam kotak kaca lentera itu hingga menyala lalu turun, kemudian ia panggul tangganya lagi dan berjalan menuju tiang lentera berikutnya.


Begitu seterusnya dari satu tiang ke tiang berikutnya, makin jauh lelaki tua itu berjalan dan makin jauh dari pandangan kita hingga akhirnya menghilang ditelan kegelapan malam. Namun demikian, bagi siapapun yang melihatnya akan selalu tahu kemana arah perginya pak tua itu dari lentera-lentera yang dinyalakannya.


Penghargaan tertinggi adalah menjalani kehidupan sedemikian rupa sehingga pantas mendapatkan ucapan: "Saya selalu tahu kemana arah perginya dari jejak-jejak yang ditinggalkannya."


Seperti halnya perjalanan si lelaki tua dari satu lentera ke lentera berikutnya, kemanapun kita pergi akan meninggalkan jejak. Tujuan yang jelas dan besarnya rasa tanggung jawab kita adalah jejak-jejak yang ingin diikuti oleh putera puteri kita dan dalam prosesnya akan membuat orang tua kita bangga akan jejak yang pernah mereka tinggalkan bagi kita.


Tinggalkanlah jejak yang bermakna, maka bukan saja kehidupan anda yang akan menjadi lebih baik tapi juga kehidupan mereka yang mengikutinya.
 

Kamis, 30 Mei 2013

Moment Of Truth

 
 Lidya & Dinda @ KFC resto - China Town - Singapore
Di sebuah resto di San Francisco, ada seorang konsultan yang heran melihat keramaian Chinese Restaurant Lie Po. Dia mencoba makan disana pada sebuah siang yang ramai sekali.

Pelayan dengan ramah melayaninya dengan bahasa Inggris yang masih saja tidak fasih, sang konsultan memesan “Orange Chicken with rice”, dan meminta minuman “Coke Zero”.
Pelayan berkata: “Maaf, kami kontrak dengan Pepsi, dan tidak menjual produk Coca Cola. Apakah dapat kami tawarkan Diet Pepsi?” Sang konsultan menolak, dan meminta air putih saja.
...
Ketika dia sedang makan, tiba2 ada seorang berpakaian rapi membawa “Coke Zero” dan es batu, dan menaruh didepan pelanggan itu dan berkata sambil tersenyum “Tadi anda menginginkan Coke Zero kan? ” Lalu berlalu.

Sang konsultan meminum dengan puas dan memanggil pelayan yang tadi melayaninya. Pelayan datang dan tersenyum melihat Coke Zero ada disana.

Pelayan berkata: “ Nah sudah ada minuman kesukaan Bapak kan?”
Pelanggan: “ Tadi katanya tidak ada? Ini kok ada?”
Pelayan: “ Benar, baru saja kami belikan di pasar swalayan seberang.”
“Restoran lagi ramai, siapa yang membelikan?”
“Manager kami, dia tidak terlalu sibuk dibelakang.”
“Lho, katanya kontrak dengan Pepsi?”
“Ya, kalau menjual Coca-Cola tidak boleh, kalau memberi gratis kepada pelanggan, saya kira boleh.” Jawabnya sambil tersenyum.

* Memberi pelayanan yang baik adalah hal yang umum, dan dilakukan semua perusahaan, memberikan hal yang lebih, yang tidak terduga bisa, menjadi kunci sukses dijaman ini. Ciptakan “Moment of Truth”, yang memberikan impresi luar biasa, yang akan selalu diingat oleh pelanggan anda, sehingga dia akan setia pada perusahaan anda, dan merekomendasikan produk anda kepada orang lain.
Moment of Truth tidak hanya berlaku pada pelangan penjualan saja. Hal yang sama berlalu untuk sebuah kepemimpinan, Teamwork, ataupun dalam kehidupan sosial kita. Melakukan hal lebih yang menyentuh adalah kesempatan kita untuk diingat, dicinta, dihormati, dan diikuti oleh orang lain.
Salam sukses untuk anda.

Kisah seutas benang

 
Lidya , Dinda & Mama  antri  karcis  di  Universal Studio - Singapore

Awalnya, ia hanya seutas benang. Faktanya, bahkan ia jauh beribu-ribu lebih
halus dari benang yang kita tahu. Tipis, kecil, tak terlihat dan terabaikan.

Anehnya, setiap kita melakukan sesuatu yang sama, ia menebal. Melakukan
sekali lagi, iapun kembali menebal sekali lagi. Pengulangan menebalkan
sekaligus menguatkan benang yang tadinya hanya seutas itu.

Sehari, seminggu, sebulan, setahun..benang itupun semakin kuat. Setelah
kuat, benang itu segera menunjukkan kekuasaannya. Mereka (karena tidak lagi
sehelai) mengontrol kehidupan seseorang, tanpa disadari. Menguasai cara
berkata-kata, bertindak, bahkan setiap reaksi terhadap sesuatu.

Kekuasaan merekapun beragam, ada yang positif dan memuliakan, namun ada
pula yang negatif, mengungkung, memperbudak, menjerumuskan. Semuanya tergantung "penguatan" yang dilakukan tuannya. Di titik inilah
mereka bisa jadi "senjata pamungkas" atau "senjata makan tuan". Sekali
lagi, semua ditentukan oleh kita, tuannya.

Benang itu adalah : neuro (syaraf) kita. 

Jalinannya yang kuat membentuk "kebiasaan" kita. Akhirnya bermuara pada "karakter". 
Kita adalah Sang Tuan, yang lewat pengulangan sikap, cara berpikir, reaksi dan sensasi, menyebabkan mereka 'berkembak-biak'. Menebal, menguat kemudian menguasai.

Menjadi demikian "otomatis" namun jika disadari, proses menenunnya ternyata jauh dari otomatis.

Satu kata, satu tatapan, satu senyum ramah, satu kepedulian, satu
kebaikan, satu ketulusan, satu amarah, satu dusta, satu kelicikan...
SELALU berupa penguatan!

The beginning of a habit is like an invisible thread, but every time we
repeat the act we strengthen the strand, add to it another filament, until
it becomes a great cable and binds us irrevocably, thought and act” (Orison
Swett Marden)

Kamis, 16 Mei 2013

Garam Kehidupan

 Eyang / Wak  Nasir ( Acing )   bersama   Wak / Oom Iman

Pada suatu hari datang seorang anak muda yang tengah dirundung banyak masalah pada seorang kakek bijak. Langkahnya gontai dan air muka yang muram.

Kala menceritakan semua masalahnya, pak tua bijak hanya mendengarkannya dengan seksama. Setelah itu ia mengambil segenggam garam dan meminta tamunya untuk mengambil segelas air. Ditaburkannya garam tersebut kegelas air dan diaduknya perlahan. Pak tua meminta anak muda meminumnya : “Coba minum air ini dan katakan bagaimana rasanya…”

“Asin. Asin sekali!”, jawab anak muda itu sambil memuntahkan air asin dari gelas itu.

Pak tua hanya tersenyum. Ia lalu mengajak anak muda itu berjalan ke tepi telaga di hutan dekat tempat tinggalnya. Sesampainya di telaga, pak tua kembali menaburkan segenggam garam ke dalam telaga. 

Dengan sepotong kayu dibuatnya gelombang untuk mengaduk-aduk air telaga itu. “Coba ambil air dari telaga ini dan minumlah.” Saat anak muda itu selesai mereguk air itu, pak tua bertanya kembali : “Sekarang bagaimana rasanya?”.

“Segar
”, sahut anak muda itu. “Apakah kamu merasakan garam dalam air telaga itu?” tanya pak tua lagi. Anak muda ini menjawab : “Tidak”.

Dengan bijak orang tua berkata : 

Anak muda, dengarlah. Pahitnya kehidupan adalah layaknya segenggam garam, tidak lebih dan tidak kurang banyaknya. Jumlah dan rasa asin itu adalah sama antara yang ada dalam gelas dan yang ditabur dalam telaga”.
“Kepahitan itu akan didasarkan dari tempat dimana kita meletakkan segalanya. Itu semua akan tergantung pada hati kita. Jadi saat kamu merasakan kepahitan dan kegagalan dalam hidup, hanya ada satu yang bisa kamu lakukan. Lapangkanlah dadamu menerima semua itu. Luaskan hatimu untuk menampung setiap kepahitan itu”.
 

Pak tua itu kembali memberikan nasehatnya.  
“Hatimu adalah wadahmu. Perasaanmu adalah tempat kamu menampung segalanya. Jadi jangan jadikan hatimu itu seperti gelas,  buatlah laksana telaga yang mampu menampung setiap kepahitan dan merubahnya menjadi kesegaran dan kebahagiaan”.